Just another free Blogger theme

Monday, March 29, 2021

 Assalamua'laikum Wr. Wb.

Pembaca yang budiman,

Banyak hadist yang disampaikan oleh baginda kita Muhammad SAW, terkait dengan memperbanyak puasa di bulan sya'ban. Pada bulan tersebut pula terdapat banyak keutamaan dan berbagai macam peristiwa penting terjadi pada bulan Sya'ban. Tidak hanya itu, bulan Sya'ban juga memiliki malam istimewa yaitu malam nisyfu sya'ban. 

Malam Nisyfu Sya'ban diyakini malam diturunkannya magfiroh Allah SWT dan malam yang penuh keberkahan. Dianjurkan pula kita memperbanyak ibadah doa dan istigfar di malam tersebut.

Pada artikel kali ini saya akan coba fokus kepada persoalan terkait dengan :

APAKAH MASIH ADA KESUNAHAN YANG BISA DILAKUKAN? DAN APAKAH PADA TANGGAL 16 SYA'BAN DAN SETERUSNYA MASIH DIANJURKAN UNTUK BERPUASA?

Baik, terkait persoalan ini, ulama ikhtilaf atau berbeda pendapat karena ada satu hadist yang melarang puasa setelah nisfu Sya'ban, dalam riwayat Al bukhari, Nabi kita muhammad SAW melarang puasa dua atau tiga hari sebelum bulan suci ramadhan tiba.

Syeikh Wahbab Al-Zuhaili dalam Kitab Fiqhul Islami wa Adilatuhu Menjelaskan : 

قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد

Artinya: Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar, puasa qadla, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan  melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadits: Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dlaif.

Salah satu alasan ulama melarang puasa setelah nisfu sya'ban dikarenakan pada hari itu dianggap syak (Ragu), karena sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan. Kawatirnya, orang yang berpuasa setelah nisyfu sya'ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan ramadan.

Alasan berikutnya, adapula ulama yang megatakan terkait dengan kenapa puasa setelah nisfu sya'ban dilarang ialah agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan ramadan. Meskipun dilarang, ulama dari madhab Syafi'i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti orang yang terbiasa dengan puasa senin dan kamisnya, puasa yaumul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang terbiasa melakukan puasa dahr.

Sementara menurut ulama lain, khususnya selain mazhab Syafi’i, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadits munkar, karena ada perawi hadisnya yang bermasalah. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadlan.

Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan:

 وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر

Artinya: Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nisfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadits tersebut munkar.

Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah nisfu Sya’ban, karena mereka berbeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadits larangan puasa setelah nisfu Sya’ban. Akan tetapi, pada sisi lain, mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa Senin Kamis, puasa Daud, puasa dahar, dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadla puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa nisfu Sya’ban.

Wallahu a'lam..

Semoga Bermanfaat..Amin.

#Santriponpesattaqwacilaku



Saturday, March 27, 2021


Bismillahhirrahmanirahim... 

Sya’ban adalah salah satu bulan istimewa, bulan yang dihormati dalam agama Islam, selain Muharram, Dzulhijjah dan Rajab. Keistimewaan bulan ini dimulai semenjak dari awal bulan hingga akhir bulan. Akan tetapi keistimewaan yang lebih terdapat pada malam Nisfu Sya’ban. Yaitu malam ke lima belas pertengahan bulan sya’ban. Pada malam inilah sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Mu‘az bin Jabal Radhiallahu ‘anhu, “Allah mendatangi semua makhlukNya dan memberikan ampunan kepada mereka atas segala dosa kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang saling bermusuhan” (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani dan Ibnu Hibban) Begitu juga hadits riwayat Aisyah r.a. 

عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قام رسول الله من الليل يصلي، فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قبض، فلما رأيت ذلك قمت حتى حركت إبهامه فتحرك فرجعت، فلما رفع إلي رأسه من السجود وفرغ من صلاته، قال: يا عائشة أظننت أن النبي قد خاس بك؟، قلت: لا والله يا رسول الله، ولكنني ظننت أنك قبضت لطول سجودك، فقال: أتدرين أي ليلة هذه؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال: هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده في ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين، ويرحم المسترحمين، ويؤخر أهل الحقد كما هم» 

Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”Aku menjawab, “Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”Beliau bersabda, “Ini adalah malam nisfu sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR Al-Baihaqi) Begitulah kemurahan Allah swt yang diberikan kepada hambanya di malam Nisfu Sya’ban. Sehingga dalam kesempatan lain Aisyah meriwayatkan hadits lagi dengan banyaknya pengampunan itu semisal bulu kambing Bani Kalb

 عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قال رسول الله : "إن الله ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب" 

Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad) Demikianlah hendaknya kesempatan ini tidak disia-siakan. Seorang muslim yang bijak tentunya akan memanfaatkan malam Nisfu Sya’ban sebaik-baiknya, dengan sebaik-baiknya memohon pengampunan dan melaksanakan amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Demikian hadits riwayat Ali bin Abi Thalib menegaskan

 عن علي بن أبي طالب قال: «قال رسول الله : "إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله ينزل فيها إلى سماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر فأغفر له ، ألا من مسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر 

Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).

Waalllahu Alam bi Shawab....


Sejak Ahad (28/03/2021) petang, kaum muslimin telah memasuki nisfus Sya’ban. Banyak amalan yang disarankan kala memasuki separuh bulan istimewa tersebut. Sejumlah ulama dan kiai bahkan mengumpulkan santri dan jamaah untuk melaksanakan ibadah secara bersama.

 


Setiap malam nisfu Sya‘ban, kaum muslimin senantiasa mengisinya dengan berbagai macam amalan. Salah satunya dengan amalan shalat sunah nisfu Sya‘ban. Namun kemudian, tidak sedikit dari mereka yang merasa ragu karena shalat sunah tersebut tak henti-hentinya dianggap bid‘ah, munkar, dan tidak ada dasar dalilnya oleh sebagian kalangan. Oleh karena itu, kiranya perlu diperjelas apakah benar shalat sunah nisfu Sya‘ban adalah tanpa dalil?


Perlu diketahui bahwa amalan shalat sunah di malam nisfu Sya‘ban ini dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin. Bahkan, ia menjelaskan tata caranya, mulai dari jumlah rakaat hingga bacaannya:

 

وأما صلاة شعبان فليلة الخامس عشر منه يصلي مائة ركعة كل ركعتين بتسليمة يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة وإن شاء صلى عشر ركعات يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة مائة مرة قل هو الله أحد فهذا أيضاً مروي في جملة الصلوات كان السلف يصلون هذه الصلاة ويسمونها صلاة الخير ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة 

 

Artinya: Adapun shalat sunah Sya‘ban adalah malam kelima belas bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah. (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, jilid 1, halaman 203).  


Rupanya Al-Ghazali bukan tanpa alasan menganjurkan shalat nisfu Sya‘ban ini. Hujjatul Islam tersebut mendasarinya dengan riwayat Al-Hasan:

 

روي عن الحسن أنه قال حدثني ثلاثون من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن من صلى هذه الصلاة في هذه الليلة نظر الله إليه سبعين نظرة وقضى له بكل نظرة سبعين حاجة أدناها المغفرة 

 

Artinya: Diriwayatkan dari Al-Hasan. Dikatakannya: Telah meriwayatkan kepadaku tiga puluh sahabat Nabi Shallalu Alaihi Wasallam, sungguh orang yang menunaikan shalat ini pada malam ini (nisfu Sya‘ban), maka Allah akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali dan setiap pandangan Dia akan memenuhi tujuh puluh kebutuhan. Sekurang-kurangnya kebutuhan adalah ampunan. (Lihat Ihya ‘Ulumiddin, Jilid 1, halaman 203; dan Qutul Qulub, halaman 114).

 

Namun, pentakhrij hadits kitab Ihya ‘Ulumidddin menyatakan bahwa hadits tentang shalat malam nisfu Sya‘ban ini batil sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-‘Iraqi dari Mazhab Syafi’i. Sementara hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Ali bin Abi Thalib –yang menyatakan: Ketika malam pertengahan bulan Sya‘ban, maka bangunlah malam harinya dan berpuasalah di siang harinya– bersanad lemah.


Termasuk hadits yang ditolak menurut Al-Ghumari adalah hadits tentang tata cara shalat nisfu Sya‘ban dari ‘Ali bin Abi Thalib yang menyatakan: Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada malam nisfu Sya‘ban bangun dan shalat sebanyak 14 rakaat. Kemudian, setelah selesai, beliau duduk lalu membaca surat Al-Fatihah sebanyak 14 kali, membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 14 kali, membaca Al-Falaq sebanyak 14 kali, membaca surah An-Nas sebanyak 14 kali, membaca ayat kursi sekali. Usai shalat, aku menanyakannya. Rasulullah menjawab: Siapa saja yang menunaikan seperti apa yang aku tunaikan, maka ia akan mendapat pahala 20 haji mabrur, pahala puasa 20 tahun yang diterima. Hadits ini juga maudlu sebagaimana yang dinash-kan oleh al-Baihaqi dan yang lain. (Lihat: Sayyid Muhammad ibn ‘Alawi Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban, halaman 116).

 

Selain itu, hadits tentang shalat nisfu Sya‘ban yang berjumlah 100 rakaat juga dianggap bid‘ah oleh Imam An-Nawawi. Hal itu seperti yang dituliskannya dalam Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab:

 

 (الْعَاشِرَةُ) الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَاتَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذِكْرِ هِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ

 

Artinya: Kesepuluh adalah shalat yang dikenal dengan Shalat Ar-Ragha’ib, yaitu 12 rakaat yang dilaksanakan antara maghrib dan isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab dan shalat malam nisfu Sya‘ban sebanyak 100 rakaat.  Dua shalat ini adalah bid‘ah, munkar, dan buruk. Jangan tertipu dengan penyebutan dua shalat dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya ‘Ulumiddin. (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab, jilid 4, halaman 56).

 

Kendati demikian, anjuran untuk menghidupkan malam nisfu Sya‘ban dengan berbagai amalan, termasuk dengan amalan shalat sunah, tak diperdebatkan oleh An-Nawawi. Banyak keutamaan yang disebutkan dalam banyak riwayat. Salah satunya riwayat Ibnu Majah  berikut:

 

  إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

 

Artinya: Jika malam nisfu Sya‘ban datang, maka bangunlah di malam harinya, dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah pada malam itu turun ke langit dunia hingga terbit malam hari. Dia berfirman, ‘Ingatlah, adakah yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya. Adakah yang memohon rezeki, niscaya Aku akan memberinya. Adakah yang sedang ditimpa ujian, niscaya Aku akan menyelamatkannya. Begitu seterusnya, hingga terbit fajar.  

 

Walau status hadits ini lemah, namun banyak riwayat lain yang menguatkannya. Hadits yang menguatkannya antara lain adalah riwayat berikut:

 

   يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ

 

Artinya: Allah senantiasa memperhatikan makhluk-Nya pada malam nisfu Sya‘ban. Maka Dia akan mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua: hamba yang saling bermusuhan dan yang membunuh. (HR Ahmad).

 

Yang jelas menghidupkan malam nisfu Sya‘ban merupakan hal yang disepakati, termasuk dengan amalan shalat sunah. Yang dipermasalahkan oleh sebagian kalangan, termasuk oleh An-Nawawi adalah shalat sunah nisfu Sya‘ban yang 100 dan 14 rakaat, sebab dasar dalilnya bermasalah.  

 

Adapun mengisinya dengan shalat sunah yang lain, seperti shalat sunah awwabin, shalat sunah taubat, shalat sunah tahajud, shalat sunah witir, dan seterusnya, tidak dipermasalahkan. Termasuk shalat sunah nisfu Sya‘ban yang berjumlah dua rakaat. Sebab tidaklah tercela menambahkan niat lain ke dalam suatu shalat sunah, dengan catatan setelah ikhlas karena Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki:

 

   لا يقدح في نية المصلي إذا ما نوى بعد الإخلاص لله بصلاته نية أخرى مندرجة تحت نيته الأصلية ومضافة إليها 

 

Artinya: Dalam niat orang yang shalat setelah ia meniati shalatnya dengan ikhlas karena Allah, tidak tercela ada niat lain yang masuk ke dalam niat asalnya dan niat itu ditambahkan kepadanya.

 

Ditegaskan oleh Al-Maliki, dalam sunah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ada dalil yang menunjukkan hal itu. Bahkan, banyak dalil yang menganjurkan, mendorong, dan mengajak untuk melakukannya. Dalil paling sahih dalam hal ini adalah shalat istikharah, shalat sunah tobat, shalat sunah hajat, dan masih banyak lagi shalat sunah dengan niat yang berbeda-beda dan untuk berbagai tujuan pribadi, kebutuhan, kepentingan, dan manfaat duniawi. Termasuk shalat sunah safar dan shalat sunah di malam pengantin.

Secara umum, perintah shalat dua rakaat ketika memiliki suatu hajat telah disampaikan oleh Rasulullah Shallllahu Alaihi Wasallam:

 

 مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ، أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللهِ

 

Artinya: Siapa saja yang memiliki suatu hajat, atau kebutuhan kepada seorang bani Adam, maka wudlulah, dan membaguskan wudlunya,  kemudian shalat dua rakaat, lalu memuji Allah.

 

Walhasil, penambahan niat nisfu Sya‘ban pada shalat sunah setelah berniat ikhlas karena Allah tidak ada masalah. Tidak dianggap bid‘ah. Justru sesuai dengan sunah. Yang dianggap tak berdasar adalah shalat sunah 100 rakaat atau 14 rakaat. Terlebih kebanyakan umat Islam di Indonesia menunaikan shalat malam nisfu Sya'ban yang dua rakaat. Lagi pula, yang perlu diperhatikan adalah keikhlasan dalam shalat sunah. Shalat sunah yang jelas dalilnya pun jika diniatkan ingin diperhatikan orang termasuk hal tercela sebagaimana disinggung hadits riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi:

 

    الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

 

Artinya: Syirik yang samar itu ketika seorang laki-laki shalat, kemudian membagus-baguskan shalatnya, karena ingin melihat pandangan orang lain. (Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban: halaman 112).

 

Wallahu a’lam.  

Tuesday, March 23, 2021

Bismillah..
Assalamua'laikum Wr. wb...

Kapankah batas akhir meng qadha puasa Ramadahan?

Ada beberapa pendapat dari beberapa orang yang mengatakan tidak diperbolehkan meng qadha puasa Ramadhan setelah bulan Rajab. Adalakah hadist yang menjelaskan tentang ini, Agar tidak terjadi kesalahan dalam beribadah ?

J : Setelah bulan rajab, kita akan masuk bulan sya'ban. ada hadist yang melarang melakukan puasa setelah masuk pertengahan bulan sya'ban. Diantaranya hadist  yang diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 3237, Tirmizi, no. 738, Ibnu Majah, no. 1651 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا (صححه الألباني في صحيح الترمذي، رقم 5 90)

“Kalau telah memasuki pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, 590)

Hadist ini menunjukan bahwa larangan untuk berpuasa pada pertengahan bulan sya'ban, Akan tetapi ada juga hadist lain yang memperbolehkan untuk berpuasa.

Diantaranya adalah, Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1914. Muslim, no. 1082 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullaah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, melainkan seseorang yang (terbiasa) berpuasa, maka berpuasalah.”

Hal ini menunjukkan bahwa berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’aban diperbolehkan bagi orang yang mempunyai kebiasaan berpuasa, seperti seseorang terbiasa berpuasa Senin dan Kamis atau berpuasa sehari dan berbuka sehari atau semisal itu. 

Kita bisa perhatikan, dalam hadist kedua dari Abu Hurairah R.A Nabi Muhammad SAW memberikan pengecualian "kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunnah, maka bolehlah ia berpuasa." 

Dengan demikian, Puasa qadha diperbolehkan sekalipun telah masuk pertengahan sya'ban. 

Batas Akhirnya adalah sampai Ramadhan.

Dan itulah yang dilakukan oleh Ummul Mukminin, Aisyah R.A :

Dari Abu Salamah, ia mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban.”  (HR. Bukhari, no. 1950; Muslim, no. 1146).

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ الشُّغُلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Faedah Penting

1. Boleh menunda qadha’ puasa Ramadhan hingga bulan Sya’ban. Namun baiknya tetap tidak menunda kecuali karena ada uzur.

2. Lebih baik untuk menyegerakan qadha’ puasa karena ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan alasan kenapa sampai ia menunda sampai bulan Sya’ban.

3. Haramnya mengakhirkan puasa hingga Ramadhan berikutnya karena ‘Aisyah menjadikan bulan Sya’ban sebagai bulan terakhir untuk penunaian qadha’ puasa.

4. Hendaknya memberikan alasan jika kita menyelisihi sesuatu yang seharusnya ditunaikan di awal supaya tidak ada yang menyangka yang bukan-bukan. (Tanbih Al-Afham, hlm. 437)

5. Jika seseorang menunda pelunasan puasa hingga masuk Ramadhan berikutnya, tetap qadha’ puasanya tersebut ditunaikan setelah Ramadhan kedua lalu setiap hari qadha’ puasa ditambahkan dengan penunaian fidyah karena sebab menunda-nunda tanpa ada uzur. (Lihat Syarh ‘Umdah Al-Ahkam karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 351). 


Wallallahua’lam.

Monday, March 22, 2021

1. SEJARAH SINGKAT 

Berdirinya Pesantren At-Taqwa di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa, merupakan masukan dari kalangan tokoh masyarakat sekitar dan orang tua siswa yang menyekolahkan anak mereka di Sekolah Menengah Pertama Islam At-taqwa yang sudah berdiri sebelumnya.  

Selain merupakan bagian dari rencana pendirian Yayasan, keberadaan Pesantren At-Taqwa dipandang sudah sangat mendesak untuk diselenggarakan, dikarenakan ada harapan yang kuat dari para orangtua/wali siswa agar anak mereka tidak hanya mengenyam pendidikan formal saja, tetapi juga bisa sekaligus menimba ilmu keagamaan di pondok pesantren. Terlebih memiliki letak strategis yang lebih dekat ke masyarakat di lokasi pelosok, juga berjarak jauh dari pesantren lain yang terdekat.


a. Visi, Misi dan Tujuan Pesantren At-Taqwa 


Visi : Menjadi Lembaga Pendidikan Yang Mampu Mencetak Insan Kamil

Misi : 1. Menyediakan Fasilitas Pendukung Yang Memadai

                2. Menyiapkan Tenaga Pengelola Dan Staff Institusi Pendidikan Yang Profesional

                3. Menyelenggarakan Pendidikan Dengan Pola : Ta’lim – Tarbiyah – Ta’dib

Tujuan : Terciptanya Generasi Yang Sholih, Mandiri, Terampil, Cerdas, Dan Berguna Bagi Masyarakat


b. Kondisi Santri

1. Jumlah santri putra : 55 orang

2. Jumlah santri putri : 75 orang

Total : 130 orang


c. Kegiatan Santri

Kegiatan santri dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :

1. Kegiatan harian, meliputi semua kegiatan santri (Pembelajaran & aktivitas harian) yang rutin dilakukan setiap hari.

2. Kegiatan Mingguan, yang meliputi :

- Muhadloroh,

- Yasinan

- Pengajian rutinan bersama masyarakat

- Kegiatan ekstrakurikuler, yaitu :

a) Marawis

b) Qasidah

c) Bela diri

d) Sepak bola

e) Badminton

f) Tenis meja

g) Basket

h)    Bola Voli

i)    Qira'at

j)    Komputer


3. Kegiatan Bulanan Yang meliputi : 

- Kerja bakti dengan masyarakat.

- Bakti Sosial


4. Kegiatan Tahunan, Yang meliputi : 

- Penerimaan Santri Baru

- Milad YPI At-Taqwa cilaku

- Maulid Nabi Muhammad SAW.

- Peringatan Isro Mi’raj

- Festival Muharam

- Penyelenggaraan Qurban

- Wisata Rohani

- Upacara & Kegiatan memeriahkan hari kemerdekaan 17 Agustus.

d. Fasilitas/Bangunan

- TK/Ra Attaqwa

- SMP Islam At-Taqwa

- SMA Plus At-Taqwa

- Sekretariat

- Gajebo

- Ruang Makan

- Lapang Voli

- Lapang Sepak Bola

- Lapang Tenis