Just another free Blogger theme

Tuesday, June 15, 2021


Program Tahfidz Qur’an

Program  tahfizh Al Quran At-taqwa ini merupakan salah satu program unggulan di Pondok Pesantren At-taqwa.  Program tahfidz  ini dapat diikuti oleh santri putra dan santri putri dan guru pembimbing yang berbeda pula sesuai dengan status gender. Terdapat dua kategori dalam program tahfid di Pesantren ini. Yakni Program Tahfid Khusus dan Program Tahfid Umum, program tahfid khusus yakni program 6 juz hafalan wajib tiap tahunnya, Sedangkan program umum yakni program yang umum diluar program yang dikhususkan( Boleh menghafal sebanyak-banyaknya ). 

KLASIFIKASI TAHFIDZ AL-QURAN

KELAS PERSIAPAN  (1. Tahun + juz 30/ Juz ‘amma) 

Santri pada tingkat ini harus telah lulus dari 3 keilmuan : 1. Lulus ujian ilmu tajwid 2. Lulus ujian ilmu makhorijul huruf dan 3. Lulus ujian kelancaran qiroah (bacaan). Setelah lulus pada tingkat persiapan, santri tersebut baru bisa masuk kelas 1 (satu) tahfidz.

1. KELAS SATU  (1 Tahun)

Santri yang telah lulus dari kelas persiapan, selajutnya masuk ke kelas satu. Dalam kelas ini santri tahfidz harus menyelesaikan  :

1. Khatam al-quran paling sedikit sebanyak 5 kali khatam.

2. Telah hafal juz 29 atau 1 ( juz pertama ) 

2. KELAS DUA (1 Tahun)

Santri tahfidz pada kelas ini adalah santri yang telah lulus tahfidz bil ghoib dari kelas satu. Selanjutanya ia harus menghafal al-quran sebanyak 1 selanjutnya ; yaitu :

1. Juz 28 surat al-mujadalah ayat 1 –  surat al-mulk ayat 1 atau

2. Juz 2 surat al-baqarah ayat 142 – surat al baqarah ayat 252

Santri tahfidz kelas dua ditempuh harus dalam 1 tahun. jika lulus maka akan dilanjut ke tahap selanjutnya dan akan diberikan SYAHADAH (Sertifikat) sebagai syarat untuk masuk kelas tiga. Kelulusan di kelas dua dilaksanakan dalam ujian TASMI’

3. KELAS TIGA (1 tahun)

Santri kelas tiga adalah santri tahfidz yang telah lulus dari kelas dua. selanjutnya akan menempuh hafalan juz berikutnya yaitu :

1. Juz 27 surat Ad-dzariyat ayat 31 – surat Al-Mujadalah ayat 1

2. Juz 3 Surat Al-baqarah ayat 252 – surat Ali-Imran ayat 91

untuk lulus dari kelas tiga, santri tahfidz akan diuji hafalannya. Ujian ditempuh dengan tahfidz mulai juz 30 s.d juz  terakhir hafalannya yakni surat al mujadalah atau surat ali Imran ayat 91. Santri yang lulus akan diberikan SYAHADAH (Sertifikat)

4. KELAS EMPAT ( 1 tahun )

Santri kelas empat adalah santri tahfidz yang telah lulus dari kelas tiga. Selanjutnya akan menempun hafalan  juz berikutnya yaitu :

1. Juz 26 surat Al-Ahqaf ayat 1 – Ad-Dzariyat ayat 31

2. Juz 4 surat Ali-Imran ayat 91 – surat An-Nisa ayat 23

Untuk lulus dari kelas empat, santri tahfidz akan diuji hafalannya. Ujian ditempuh dengan tahfidz mulai juz 30 s.d juz  terakhir hafalannya, Santri yang lulus akan diberikan SYAHADAH (Sertifikat)

5. KELAS LIMA ( 1  tahun )

Santri kelas lima adalah santari tahfidz yang telah lulus dari kelas empat. Selanjutnya akan menempuh hafalan  juz berikutnya yaitu :

1. Juz 25 surat Fussilat ayat 47 – surat Al-Ahqaf ayat 1

2. Juz 5 surat An-Nisa ayat 23 – surat An-Nisa ayat 147

Pada Tahapan/Kelas ini ialah tahapn terakhir dari program khusus 6 juz di pesantren ini, Untuk lulus dari tahapan terakhir ini, santri akan diuji hafalannya. Ujian dilaksanakan dengan tahfidz mulai juz 30 s/d juz terakhir yakni 6 juz. Santri yang lulus, akan diwisuda dan diberikan AL-IJAZAH (Sertifikat).



يَسَّرَنَا اللهُ فِيْ كُلِّ أَمْرٍ


 



Program Kitab Kuning

Pondok Pesantren At-taqwa menyelenggarakan program pendidikan kitab kuning dengan mengembangkan metode praktek membaca, memahami, dan penerapan atau pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membaca kitab kuning, Pesantren At-Taqwa telah menciptakan metode khusus untuk memahami kaedah-kaedah bahasa Arab dan mempraktekkannya secara cepat, sehingga santri dapat mengakses kitab kuning secara mandiri Program ini juga secara sistematis terpadu dengan program-program pendidikan lainnya.

Adapun Kitab-kitab yang akan di ajarkan pada program ini :

Kelas IBTIDA ( Smp kls 1-3 )

Fiqh         : Safinah, Sulamu Taufiq dan Ar-ridhul Badhi’ah

Nahwu : Jurumiyah dan Imriti

Sharaf : Matan Bina dan Kaelani

Tauhid : Syahadatan dan Tijan Ad-Darari

Tafsir : Tematik 


Kelas TSANAWI ( Sma kls 1-3 )

Fiqh         : Ar-ridhul Badhi’ah, Taqrib dan Fathul Muin

Nahwu : Jurumiyah, Imriti dan Alfiyah

Sharaf : Kaelani dan Alfiyah

Tauhid : Kifayatul Awam 

Tafsir : Jalalain dan Tafsir Munir



Studi Bahasa Inggris

Studi Bahasa Inggris adalah desain pembelajaran bahasa Inggris yang lebih menitik beratkan pada pembiasaan dan pengembangan praktik komunikasi sehari-hari, baik dalam bentuk percakapan, cerita, pidato, menulis maupun penguasaan tata bahasa. Semua aspek itu digali dan ditumbuhkan dalam nuansa kebahasaan yang kondusif dengan metode yang menyenangkan. Santri diharapkan benar-benar memiliki kecakapan yang mumpuni dalam berbahasa Inggris sebagai bekal untuk dapat eksis hidup di era kompetisi di tingkat global. Rumpun mata pelajaran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Conversation

2. Grammar

3. Writing

4. Telling Story

5. Spelling Bee

6. Speech

7. EDF (English Debate Forum)

PENERAPAN

Penerapan bahasa Arab dan Inggris di pondok pesantren At- Taqwa adalah ikhtiar kami dalam upaya mencetak generasi yang tidak hanya pandai di bidang agama atau umum, tapi juga pandai di bidang keilmuan lainnya. Kami menyadari kelemahan umat Islam pada dasarnya adalah tidak menguasai bahasa selain bahasa rumpunnya. Padahal sesungguhnya bahasa Arab sebagai kunci untuk menguasai ilmu-ilmu keislaman dan bahasa Inggris menjadi sarana untuk memahami ilmu-ilmu umum atau sains. Dengan penguasaan kedua bahasa ini, kami berharap alumni At-Taqwa tidak hanya menjadi ahli dalam ilmu agama, tapi juga menguasai sains dan ilmu-ilmu lainnya. At-Taqwa ingin mencetak generasi islami yang intelek.

Secara bertahap, bahasa Arab dan Inggris akan dikembangkan di Pesantren At-Taqwa. Untuk menunjang perkembangannya, pengajaran di kelas menggunakan bahasa Arab dan Inggris, sesuai pelajarannya. Buku-buku materi berbahasa Arab tidak boleh diterjemahkan ke bahasa Indonesia, demikian pula buku-buku pelajaran bahasa Inggris. Kedua jenis pelajaran ini harus disampaikan menggunakan bahasa aslinya. Inilah yang disebut dengan thariqah mubasyirah. Di asrama, santri dan santriwati harus menggunakan bahasa Arab atau Inggris sesuai hari yang telah ditentukan. Yaitu jumat berbahasa Arab dan Santu Berbahasa inggris. 



Studi Bahasa Arab

Studi Bahasa Arab adalah kajian teoritis tentang perangkat atau ilmu alat bahasa Arab sebagai bekal untuk memahami al-Quran dan as-Sunnah. Di samping itu, bahasa Arab juga diupayakan menjadi aplikasi praktik sehari-hari untuk menumbuhkan pembiasaan bagi santri dapat berbahasa Arab dengan baik dan lancar sesuai tingkat kamampuan masing-masing. Rumpun mata pelajaran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Muhadastah dan Qishah

2. Nahwu

3. Shorraf

4. Insya’/Perbendaraan Kosa Kata

5. Khitobah

6. Muthola’ah

7. Imla’

PENERAPAN

Penerapan bahasa Arab dan Inggris di pondok pesantren At- Taqwa adalah ikhtiar kami dalam upaya mencetak generasi yang tidak hanya pandai di bidang agama atau umum, tapi juga pandai di bidang keilmuan lainnya. Kami menyadari kelemahan umat Islam pada dasarnya adalah tidak menguasai bahasa selain bahasa rumpunnya. Padahal sesungguhnya bahasa Arab sebagai kunci untuk menguasai ilmu-ilmu keislaman dan bahasa Inggris menjadi sarana untuk memahami ilmu-ilmu umum atau sains. Dengan penguasaan kedua bahasa ini, kami berharap alumni At-Taqwa tidak hanya menjadi ahli dalam ilmu agama, tapi juga menguasai sains dan ilmu-ilmu lainnya. At-Taqwa ingin mencetak generasi islami yang intelek.

Secara bertahap, bahasa Arab dan Inggris akan dikembangkan di Pesantren At-Taqwa. Untuk menunjang perkembangannya, pengajaran di kelas menggunakan bahasa Arab dan Inggris, sesuai pelajarannya. Buku-buku materi berbahasa Arab tidak boleh diterjemahkan ke bahasa Indonesia, demikian pula buku-buku pelajaran bahasa Inggris. Kedua jenis pelajaran ini harus disampaikan menggunakan bahasa aslinya. Inilah yang disebut dengan thariqah mubasyirah. Di asrama, santri dan santriwati harus menggunakan bahasa Arab atau Inggris sesuai hari yang telah ditentukan. Yaitu jumat berbahasa Arab dan Santu Berbahasa inggris. 

Thursday, May 20, 2021

Assawalualaikum wr. wb. 
    
    Pembaca yang budiman, Dalam sebuah Hikayat, Nabi Ayub As sampai umur 60 tahun Allah kasih nikmat sangat luar biasa, di dalam suatu rumah tangga yang bahagia bersama istri yang setia dan anak-anak yang sangat mencintainya. Namun tiba-tiba Allah swt menguji Nabi Ayub As dengan ujian-ujian yang sangat besar berupa : Harta kekayaannya habis semua, anak-anaknya meninggal di diwaktu muda, dan dirinya ditimpa penyakit yang sangat luar biasa, yang belum pernah dirasakan oleh orang sebelumnya dan tidak akan dirasakan oleh generasi setelahnya, saking langkanya penyakit beliau. Setelah beberapa bulan mederita yang demikian itu, istrinya berkata kepada nabi Ayub, "Engkau seorang nabi dan doamu dikabulkan Allah swt. Sudah begini penderitaanmu, belum jugakah engkau hendak memohon kepada Ilahi agar dilepaskan dari bala bencana?" Dengan senyum tenang Nabi Ayub menjawab, "Saya malu mengangkat mukaku agar dilepaskan dari pada bencana yang belum lama saya tanggungkan ini. Sebab saya tidak pernah lupa berpuluh tahun lamanya saya menerima nikmat-Nya."

      Terkadang kita semua pasti penah merasakan suka dan duka. Padahal kedua-duanya mengandung nilai yang berujung pada kebaikan. Akan tetapi, tak dipungkiri. Sangat sulit bagi kita untuk bersyukur saat mendapat nikmat dan bersabar saat mendapat cobaan. Padahal kedua-duanya merupakan ujian bagi manusia. Kebanyakan dari kita menganggap bahwa musibah adalah masalah dan kenikmatan bukan masalah. Padahal secara esensial, keduanya memiliki tantangan yang harus dijawab. Saat kita mendapat nikmat, kita harus bisa menjawab tantangannya. Bersykurkah atau kufur? Kisah Nabi Ayub di atas menunjukan betapa ia sangat sabar menghadapi ujian yang sangat berat. Dan sebelumnya, beliau selama 60 tahun hidup dalam kenikmatan. Hal ini menunjukan bahwa kebahagiaan dan kesengsaran merupakan dua hal yang selalu beriringan. Terkadang memang kita bahagia, terkadang pula kita mendapat sengsara. Motivasi yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Ayub adalah bahwa saat beliau mendapatkan musibah, beliau sabar dengan mengingat bahwa beliau pernah merasa bahagia. Sehingga beliau malu mengangkat muka beliau agar dilepaskan dari pada bencana yang belum lama beliau tanggungkan, sebab beliau berpuluh-puluh tahu merasakan kenikmatan dari Allah. Kenapa kita bersedih terlalu dalam, padahal musibah kita tak sebesar Nabi Ayub. Teruslah ketuk pintu langit, panjatkan doa terus menerus kepada-Nya. Agar musibah, derita yang kau alami segera diganti dengan kebahagiaan. Jangan lupa berdoa juga agar saat kau bahagia tak lupa untuk bersyukur. 

Waallhu alam bi Shawwab..

Tuesday, May 18, 2021


 Assalamualaikum Wr. Wb.

Telah dibuka Pendaftaran calon santri baru pondok pesantren attaqwa cilaku cianjur, bagi Bapak/Ibu/Saudara/i ingin mendaftarkan anak/saudaranya bisa langsung klik daftar di bawah :

Klik disini untuk DAFTAR

Jadwal Pendaftaran Langsung/Offline :

Gelombang 1     : 01 Mei s/d 18 Juni 2021

Testing               : 19 Juni 2021

Gelombang 2     : 20 Juni s/d 03 Juli 2021

Testing                : 04 Juli 2021

Bismillahirrahmanirrahim, Saya buka tulisan ini dengan kabar gembira dari Allah Ta'ala, QS. Ar-Ro'd ayat 24.

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ

Dan keselamatanlah untuk Kalian sekeluarga (Surga Adn) atas kesabaran kalian waktu di dunia.

Inilah ayat yang cocok sebagai apresiasi dan juga penyemangat bagi orang tua manapun yang memperjuangkan anaknya masuk ke pondok. Sebab salah satu modalnya adalah sabar. Sabar, sabar ketika semua harta habis berpuluh juta bahkan beratus juta untuk membiayai kehidupan dan pendidikan anak di pesantren, yang padahal dengan harta itu orang tua tersebut dapat membeli apa saja, dan investasi apa saja perihal dunia. Namun orang-orang tua yang Memondokkan anaknya memilih sabar menanam harta itu dalam pendidikan anak-anaknya demi buah dan bunga terbaik di hari yang kemudian juga secangkir kebahagian yang kelak diberikan anaknya di hadapan Allah Ta'ala kelak. 

Sabar, sabar juga ketika terus berlelah-lelah mengantar bolak-balik anaknya masuk ke luar pesantren, belum rasanya badan merebah, tiba-tiba anaknya menelepon sebab sakit, yang mau tidak mau harus segera ditengok walau badan bermandikan lelah dan keringat. Apalagi yang anaknya pernah merasa tidak kerasan dan tidak betah di pesantren. Ada masa, sabar Betul-betul diuji antara menyerah dan terus berjuang sebab jenuh hampir tiap hari mengantar putranya bolak balik pesantren dengan segala macam bujukan. 

Sabar, sabar juga tatkala ramainya rumah kini berganti sepi, sebab para penenang jiwa, penghibur lara jauh dalam dekapansedang berjuang di pesantren, Syukur yang masih ada adik atau kakaknya. Sabar akan betul kembali diuji saat anak tiga, tiga-tiganya berjuang di pesantren apa lagi anak semata wayang, kemudian rela dan sabar dilepas untuk berjuang di pondok pesantren satu-satunya anak tersebut. Dalam tiap malam air mata kadang tak mampu tertahan mengalir, merindukan putra-putri kesayangannya yang tak mampu dipeluk dan dikecup kepalanya. Syukur bagi orang tua yang pesantren putra-putrinya dekat, sepelemparan batu. Ketika rindu datang paling tidak akhir pekan pertemuan sebentar sudah begitu menenangkan jiwa. Lantas dengan orang tua yang memondokkan anaknya di luar kota, luar pulau bahkan luar negeri. Rindu begitu menyayat-nyayat hati di tiap keadaan seraya hanya pelukan Do'a yang dapat terucap lirih dalam lisan agar putra-putrinya yang jauh senantiasa dalam lindungan Allah Ta'ala.

Belum sabar-sabar yang lain, sabar dengan lamanya pendidikan, omongan orang yang begitu ragu jika anaknya dititip di pesantren, kadang harus kuat dan sabar dihadapi. Belum lagi kondisi kesehatan baik anaknya lebih-lebih kesehatannya sendiri sebab usia sudah tak bisa di bilang muda, rasanya betul-betul hanya anak yang mampu menjadi obat dan harapan tiada tara sebagai penguat keteguhan orang tua.

Wahai para orang tua yang begitu ikhlas berjuang, Engkau sudah Betul-betul mengamalkan perintah Allah Ta'ala dalam surah An-Nisa ayat 9

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Memondokkan anak, adalah ikhtiar kita membangun generasi yang kuat, agar peringatan Allah itu tidak terjadi pada keturunan kita. Saat kita pergi meninggalkan dunia, Na'udzubillah kita meninggalkan generasi yang lemah, lemah iman, lemah akhlak, lemah ilmu, lemah ekonomi dan lemah lainnya. Generasi-generasi yang tak mampu menjadi Pembela buat orang tuanya, agamanya, bangsanya. Pembela di dunia lebih-lebih di akhiratnya Allah. Generasi yang lemah hanya akan menyiksa batin orang tuanya di dunia, membuat merintih orang tuanya ketika ajal datang, sebab bukan lantunan Do'a yang dihaturkan justru pertikaian atas nama perebutan harta orang tuanya yang padahal jenazahnya masih ada di hadapan anak-anak itu. Apa lagi di akhiratnya Allah, jangan membawa ke surga. Anak-anak itu akan menuntut dan menyeret orang tuanya ke nerakanya Gusti Allah. 

Namun sebaliknya, berkat kegihihan Bapak Ibu Memondokkan anak, sebagai ikhtiar menguatkan generasi maka tangis demi tangis bahagia akan mewarnai kehidupan Bapak Ibunya. Ada haru bahagia saat mereka lulus dan wisuda di pesantren yang begitu membuat hati besar dan lega. Bahagia sebab pendidikan pesantren membuat mereka menjadikan Bapak Ibunya raja dan ratu bagi mereka. Hati orang tua mana yang tak meleleh saat anaknya bersimpuh di pangkuannya seraya berdo'a di tiap waktunya demi kesehatan dan panjang umur orang tuanya. Begitupun saat kita berpulang. Masing-masing dari anak-anak yang Sholeh tersebut berjajar bersahut membaca Al-Qur'an. Tiada Ustad yang datang memandikan dan memimpin sholat jenazah kita. Sebab mereka anak-anak yang Sholeh hadir di sana memandikan jenazah kita, memimpin sholat jenazah kita dan turun mengazani kita untuk terakhir kali. Dapat dipastikan Wahai Para Bapak dan Ibu yang Memondokkan anaknya di pesantren. Itulah hari terbaik dan paling membahagiakan untuk kita sebagai orang tua. Sebab anak-anak kita hadir jadi pembela kita. Apa lagi kelak di hadapan Allah Ta'ala. Merekalah yang akan membela kita, memperjuangkan kita di hadapan Allah Ta'ala sehingga termasuk lah kita orang-orang yang : 

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ

(yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. 

Mudah-mudahan Allah jadikan putra-putri kita sebagai penyejuk mata hati kita di dunia lebih-lebih Akheratnya Allah Ta'ala. Amin ya Rabbalalamin..

Wallahualam bishawwab.

Monday, May 17, 2021



Pembaca yang budiman, Puasa Syawal sebanyak eman hari sangat dianjurkan. Siapa saja yang berpuasa sunah syawal sebanyak enam hari setelah puasa wajib Ramadhan sebulan penuh, maka seakan ia berpuasa setahun. Hal ini tertera dalam kitab Nihayatuz Zain disampaikan oleh Syeikh M Nawawi Al-Bantani :

و) الرابع صوم (ستة من شوال) لحديث من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر  ولقوله أيضا صيام رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة أي كصيامها فرضا وتحصل السنة بصومها متفرقة منفصلة عن يوم العيد لكن تتابعها واتصالها بيوم العيد أفضل وتفوت بفوات شوال ويسن قضاؤها 

Artinya, “(Keempat) adalah puasa sunah enam hari di bulan Syawal sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, ‘Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, lalu mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seakan berpuasa sebulan penuh,’ dan sabdanya, ‘Puasa Ramadhan dinilai sepuluh bulan. Puasa enam hari dinilai puasa dua bulan, maka genaplah puasa setahun,’ maksudnya pahala puasa wajib setahun.

Keutamaan sunah puasa Syawal dianggap memadai dengan mengerjakannya berurutan maupun tidak. Akan tetapi mengerjakannya berurutan dengan hari Id tentu lebih utama. Namun bila kita memilki qhada puasa wajib maka disegerakan untuk lebih mendahulukan qhada puasa wajib tersebut dibanding puasa sunah syawal.

Wallahu 'Alam bi Sawwab..

 


Pembaca yang budiman, Niat merupakan salah satu rukun puasa dan ibadah lainnya. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi 

ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Maka dari itu niat adalah hal yang paling urgent/penting akan diterima atau tidaknya amal ibadah kita.

Dalam kitab safinatunaja karangan syeikh Salim Ibn Sumair al-Hadrami pada pembahasan tentang Niat memang sunnah melafalkannya , Namun demikian untuk menetapkan hati, para ulama menganjurkan seseorang untuk melafalkan niatnya. Berikut ini lafal niat puasa syawal :

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

Adapun misalkan ketika kita lupa tidak berniat ketika malam harinya, maka diperbolehkan untuk berniat ketika ia hendak puasa sunnah saat itu juga. Karena kewajiban niat di malam hari hanya berlaku pada puasa wajib saja. Dan untuk puasa sunnah, niat diperbolehkan dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa dari sejak shubuh.

Ia juga dianjurkan berniat puasa sunnah syawal di siang hari. Berikut lafal niatnya :

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.” 

Wallahu a’lam bi Shawwab.


Monday, March 29, 2021

 Assalamua'laikum Wr. Wb.

Pembaca yang budiman,

Banyak hadist yang disampaikan oleh baginda kita Muhammad SAW, terkait dengan memperbanyak puasa di bulan sya'ban. Pada bulan tersebut pula terdapat banyak keutamaan dan berbagai macam peristiwa penting terjadi pada bulan Sya'ban. Tidak hanya itu, bulan Sya'ban juga memiliki malam istimewa yaitu malam nisyfu sya'ban. 

Malam Nisyfu Sya'ban diyakini malam diturunkannya magfiroh Allah SWT dan malam yang penuh keberkahan. Dianjurkan pula kita memperbanyak ibadah doa dan istigfar di malam tersebut.

Pada artikel kali ini saya akan coba fokus kepada persoalan terkait dengan :

APAKAH MASIH ADA KESUNAHAN YANG BISA DILAKUKAN? DAN APAKAH PADA TANGGAL 16 SYA'BAN DAN SETERUSNYA MASIH DIANJURKAN UNTUK BERPUASA?

Baik, terkait persoalan ini, ulama ikhtilaf atau berbeda pendapat karena ada satu hadist yang melarang puasa setelah nisfu Sya'ban, dalam riwayat Al bukhari, Nabi kita muhammad SAW melarang puasa dua atau tiga hari sebelum bulan suci ramadhan tiba.

Syeikh Wahbab Al-Zuhaili dalam Kitab Fiqhul Islami wa Adilatuhu Menjelaskan : 

قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد

Artinya: Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa Daud, puasa Senin-Kamis, puasa nadzar, puasa qadla, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan  melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadits: Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dlaif.

Salah satu alasan ulama melarang puasa setelah nisfu sya'ban dikarenakan pada hari itu dianggap syak (Ragu), karena sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan. Kawatirnya, orang yang berpuasa setelah nisyfu sya'ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan ramadan.

Alasan berikutnya, adapula ulama yang megatakan terkait dengan kenapa puasa setelah nisfu sya'ban dilarang ialah agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan ramadan. Meskipun dilarang, ulama dari madhab Syafi'i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Seperti orang yang terbiasa dengan puasa senin dan kamisnya, puasa yaumul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang terbiasa melakukan puasa dahr.

Sementara menurut ulama lain, khususnya selain mazhab Syafi’i, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadits munkar, karena ada perawi hadisnya yang bermasalah. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadlan.

Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan:

 وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر

Artinya: Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nisfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadis larangan puasa setelah nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadits tersebut munkar.

Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah nisfu Sya’ban, karena mereka berbeda pendapat dalam memahami dan munghukumi hadits larangan puasa setelah nisfu Sya’ban. Akan tetapi, pada sisi lain, mereka sepakat akan kebolehan puasa sunnah bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, seperti puasa Senin Kamis, puasa Daud, puasa dahar, dan lain-lain. Dibolehkan juga puasa bagi orang yang ingin membayar kafarah, qadla puasa, dan orang yang ingin melanjutkan puasa setelah puasa nisfu Sya’ban.

Wallahu a'lam..

Semoga Bermanfaat..Amin.

#Santriponpesattaqwacilaku



Saturday, March 27, 2021


Bismillahhirrahmanirahim... 

Sya’ban adalah salah satu bulan istimewa, bulan yang dihormati dalam agama Islam, selain Muharram, Dzulhijjah dan Rajab. Keistimewaan bulan ini dimulai semenjak dari awal bulan hingga akhir bulan. Akan tetapi keistimewaan yang lebih terdapat pada malam Nisfu Sya’ban. Yaitu malam ke lima belas pertengahan bulan sya’ban. Pada malam inilah sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Mu‘az bin Jabal Radhiallahu ‘anhu, “Allah mendatangi semua makhlukNya dan memberikan ampunan kepada mereka atas segala dosa kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang saling bermusuhan” (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani dan Ibnu Hibban) Begitu juga hadits riwayat Aisyah r.a. 

عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قام رسول الله من الليل يصلي، فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قبض، فلما رأيت ذلك قمت حتى حركت إبهامه فتحرك فرجعت، فلما رفع إلي رأسه من السجود وفرغ من صلاته، قال: يا عائشة أظننت أن النبي قد خاس بك؟، قلت: لا والله يا رسول الله، ولكنني ظننت أنك قبضت لطول سجودك، فقال: أتدرين أي ليلة هذه؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال: هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده في ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين، ويرحم المسترحمين، ويؤخر أهل الحقد كما هم» 

Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”Aku menjawab, “Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”Beliau bersabda, “Ini adalah malam nisfu sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR Al-Baihaqi) Begitulah kemurahan Allah swt yang diberikan kepada hambanya di malam Nisfu Sya’ban. Sehingga dalam kesempatan lain Aisyah meriwayatkan hadits lagi dengan banyaknya pengampunan itu semisal bulu kambing Bani Kalb

 عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قال رسول الله : "إن الله ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب" 

Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad) Demikianlah hendaknya kesempatan ini tidak disia-siakan. Seorang muslim yang bijak tentunya akan memanfaatkan malam Nisfu Sya’ban sebaik-baiknya, dengan sebaik-baiknya memohon pengampunan dan melaksanakan amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Demikian hadits riwayat Ali bin Abi Thalib menegaskan

 عن علي بن أبي طالب قال: «قال رسول الله : "إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله ينزل فيها إلى سماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر فأغفر له ، ألا من مسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر 

Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).

Waalllahu Alam bi Shawab....


Sejak Ahad (28/03/2021) petang, kaum muslimin telah memasuki nisfus Sya’ban. Banyak amalan yang disarankan kala memasuki separuh bulan istimewa tersebut. Sejumlah ulama dan kiai bahkan mengumpulkan santri dan jamaah untuk melaksanakan ibadah secara bersama.

 


Setiap malam nisfu Sya‘ban, kaum muslimin senantiasa mengisinya dengan berbagai macam amalan. Salah satunya dengan amalan shalat sunah nisfu Sya‘ban. Namun kemudian, tidak sedikit dari mereka yang merasa ragu karena shalat sunah tersebut tak henti-hentinya dianggap bid‘ah, munkar, dan tidak ada dasar dalilnya oleh sebagian kalangan. Oleh karena itu, kiranya perlu diperjelas apakah benar shalat sunah nisfu Sya‘ban adalah tanpa dalil?


Perlu diketahui bahwa amalan shalat sunah di malam nisfu Sya‘ban ini dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin. Bahkan, ia menjelaskan tata caranya, mulai dari jumlah rakaat hingga bacaannya:

 

وأما صلاة شعبان فليلة الخامس عشر منه يصلي مائة ركعة كل ركعتين بتسليمة يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة وإن شاء صلى عشر ركعات يقرأ في كل ركعة بعد الفاتحة مائة مرة قل هو الله أحد فهذا أيضاً مروي في جملة الصلوات كان السلف يصلون هذه الصلاة ويسمونها صلاة الخير ويجتمعون فيها وربما صلوها جماعة 

 

Artinya: Adapun shalat sunah Sya‘ban adalah malam kelima belas bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah. (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, jilid 1, halaman 203).  


Rupanya Al-Ghazali bukan tanpa alasan menganjurkan shalat nisfu Sya‘ban ini. Hujjatul Islam tersebut mendasarinya dengan riwayat Al-Hasan:

 

روي عن الحسن أنه قال حدثني ثلاثون من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن من صلى هذه الصلاة في هذه الليلة نظر الله إليه سبعين نظرة وقضى له بكل نظرة سبعين حاجة أدناها المغفرة 

 

Artinya: Diriwayatkan dari Al-Hasan. Dikatakannya: Telah meriwayatkan kepadaku tiga puluh sahabat Nabi Shallalu Alaihi Wasallam, sungguh orang yang menunaikan shalat ini pada malam ini (nisfu Sya‘ban), maka Allah akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali dan setiap pandangan Dia akan memenuhi tujuh puluh kebutuhan. Sekurang-kurangnya kebutuhan adalah ampunan. (Lihat Ihya ‘Ulumiddin, Jilid 1, halaman 203; dan Qutul Qulub, halaman 114).

 

Namun, pentakhrij hadits kitab Ihya ‘Ulumidddin menyatakan bahwa hadits tentang shalat malam nisfu Sya‘ban ini batil sebagaimana yang ditegaskan oleh Al-‘Iraqi dari Mazhab Syafi’i. Sementara hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Ali bin Abi Thalib –yang menyatakan: Ketika malam pertengahan bulan Sya‘ban, maka bangunlah malam harinya dan berpuasalah di siang harinya– bersanad lemah.


Termasuk hadits yang ditolak menurut Al-Ghumari adalah hadits tentang tata cara shalat nisfu Sya‘ban dari ‘Ali bin Abi Thalib yang menyatakan: Aku melihat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada malam nisfu Sya‘ban bangun dan shalat sebanyak 14 rakaat. Kemudian, setelah selesai, beliau duduk lalu membaca surat Al-Fatihah sebanyak 14 kali, membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 14 kali, membaca Al-Falaq sebanyak 14 kali, membaca surah An-Nas sebanyak 14 kali, membaca ayat kursi sekali. Usai shalat, aku menanyakannya. Rasulullah menjawab: Siapa saja yang menunaikan seperti apa yang aku tunaikan, maka ia akan mendapat pahala 20 haji mabrur, pahala puasa 20 tahun yang diterima. Hadits ini juga maudlu sebagaimana yang dinash-kan oleh al-Baihaqi dan yang lain. (Lihat: Sayyid Muhammad ibn ‘Alawi Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban, halaman 116).

 

Selain itu, hadits tentang shalat nisfu Sya‘ban yang berjumlah 100 rakaat juga dianggap bid‘ah oleh Imam An-Nawawi. Hal itu seperti yang dituliskannya dalam Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab:

 

 (الْعَاشِرَةُ) الصَّلَاةُ الْمَعْرُوفَةُ بصلاة الرغائب وهي ثنتى عَشْرَةَ رَكْعَةً تُصَلَّى بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ لَيْلَةَ أَوَّلِ جُمُعَةٍ فِي رَجَبٍ وَصَلَاةُ لَيْلَةِ نِصْفِ شَعْبَانَ مِائَةُ رَكْعَةٍ وَهَاتَانِ الصَّلَاتَانِ بِدْعَتَانِ وَمُنْكَرَاتَانِ قَبِيحَتَانِ وَلَا يُغْتَرُّ بِذِكْرِ هِمَا فِي كِتَابِ قُوتِ الْقُلُوبِ وَإِحْيَاءِ عُلُومِ الدِّينِ

 

Artinya: Kesepuluh adalah shalat yang dikenal dengan Shalat Ar-Ragha’ib, yaitu 12 rakaat yang dilaksanakan antara maghrib dan isya pada malam Jumat pertama bulan Rajab dan shalat malam nisfu Sya‘ban sebanyak 100 rakaat.  Dua shalat ini adalah bid‘ah, munkar, dan buruk. Jangan tertipu dengan penyebutan dua shalat dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya ‘Ulumiddin. (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu‘ Syarhul Muhadzdzab, jilid 4, halaman 56).

 

Kendati demikian, anjuran untuk menghidupkan malam nisfu Sya‘ban dengan berbagai amalan, termasuk dengan amalan shalat sunah, tak diperdebatkan oleh An-Nawawi. Banyak keutamaan yang disebutkan dalam banyak riwayat. Salah satunya riwayat Ibnu Majah  berikut:

 

  إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

 

Artinya: Jika malam nisfu Sya‘ban datang, maka bangunlah di malam harinya, dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah pada malam itu turun ke langit dunia hingga terbit malam hari. Dia berfirman, ‘Ingatlah, adakah yang memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya. Adakah yang memohon rezeki, niscaya Aku akan memberinya. Adakah yang sedang ditimpa ujian, niscaya Aku akan menyelamatkannya. Begitu seterusnya, hingga terbit fajar.  

 

Walau status hadits ini lemah, namun banyak riwayat lain yang menguatkannya. Hadits yang menguatkannya antara lain adalah riwayat berikut:

 

   يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ

 

Artinya: Allah senantiasa memperhatikan makhluk-Nya pada malam nisfu Sya‘ban. Maka Dia akan mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua: hamba yang saling bermusuhan dan yang membunuh. (HR Ahmad).

 

Yang jelas menghidupkan malam nisfu Sya‘ban merupakan hal yang disepakati, termasuk dengan amalan shalat sunah. Yang dipermasalahkan oleh sebagian kalangan, termasuk oleh An-Nawawi adalah shalat sunah nisfu Sya‘ban yang 100 dan 14 rakaat, sebab dasar dalilnya bermasalah.  

 

Adapun mengisinya dengan shalat sunah yang lain, seperti shalat sunah awwabin, shalat sunah taubat, shalat sunah tahajud, shalat sunah witir, dan seterusnya, tidak dipermasalahkan. Termasuk shalat sunah nisfu Sya‘ban yang berjumlah dua rakaat. Sebab tidaklah tercela menambahkan niat lain ke dalam suatu shalat sunah, dengan catatan setelah ikhlas karena Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki:

 

   لا يقدح في نية المصلي إذا ما نوى بعد الإخلاص لله بصلاته نية أخرى مندرجة تحت نيته الأصلية ومضافة إليها 

 

Artinya: Dalam niat orang yang shalat setelah ia meniati shalatnya dengan ikhlas karena Allah, tidak tercela ada niat lain yang masuk ke dalam niat asalnya dan niat itu ditambahkan kepadanya.

 

Ditegaskan oleh Al-Maliki, dalam sunah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ada dalil yang menunjukkan hal itu. Bahkan, banyak dalil yang menganjurkan, mendorong, dan mengajak untuk melakukannya. Dalil paling sahih dalam hal ini adalah shalat istikharah, shalat sunah tobat, shalat sunah hajat, dan masih banyak lagi shalat sunah dengan niat yang berbeda-beda dan untuk berbagai tujuan pribadi, kebutuhan, kepentingan, dan manfaat duniawi. Termasuk shalat sunah safar dan shalat sunah di malam pengantin.

Secara umum, perintah shalat dua rakaat ketika memiliki suatu hajat telah disampaikan oleh Rasulullah Shallllahu Alaihi Wasallam:

 

 مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ، أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللهِ

 

Artinya: Siapa saja yang memiliki suatu hajat, atau kebutuhan kepada seorang bani Adam, maka wudlulah, dan membaguskan wudlunya,  kemudian shalat dua rakaat, lalu memuji Allah.

 

Walhasil, penambahan niat nisfu Sya‘ban pada shalat sunah setelah berniat ikhlas karena Allah tidak ada masalah. Tidak dianggap bid‘ah. Justru sesuai dengan sunah. Yang dianggap tak berdasar adalah shalat sunah 100 rakaat atau 14 rakaat. Terlebih kebanyakan umat Islam di Indonesia menunaikan shalat malam nisfu Sya'ban yang dua rakaat. Lagi pula, yang perlu diperhatikan adalah keikhlasan dalam shalat sunah. Shalat sunah yang jelas dalilnya pun jika diniatkan ingin diperhatikan orang termasuk hal tercela sebagaimana disinggung hadits riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi:

 

    الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

 

Artinya: Syirik yang samar itu ketika seorang laki-laki shalat, kemudian membagus-baguskan shalatnya, karena ingin melihat pandangan orang lain. (Al-Maliki, Madza fi Sya‘ban: halaman 112).

 

Wallahu a’lam.  

Tuesday, March 23, 2021

Bismillah..
Assalamua'laikum Wr. wb...

Kapankah batas akhir meng qadha puasa Ramadahan?

Ada beberapa pendapat dari beberapa orang yang mengatakan tidak diperbolehkan meng qadha puasa Ramadhan setelah bulan Rajab. Adalakah hadist yang menjelaskan tentang ini, Agar tidak terjadi kesalahan dalam beribadah ?

J : Setelah bulan rajab, kita akan masuk bulan sya'ban. ada hadist yang melarang melakukan puasa setelah masuk pertengahan bulan sya'ban. Diantaranya hadist  yang diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 3237, Tirmizi, no. 738, Ibnu Majah, no. 1651 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا (صححه الألباني في صحيح الترمذي، رقم 5 90)

“Kalau telah memasuki pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, 590)

Hadist ini menunjukan bahwa larangan untuk berpuasa pada pertengahan bulan sya'ban, Akan tetapi ada juga hadist lain yang memperbolehkan untuk berpuasa.

Diantaranya adalah, Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 1914. Muslim, no. 1082 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullaah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadan dengan berpuasa sehari atau dua hari, melainkan seseorang yang (terbiasa) berpuasa, maka berpuasalah.”

Hal ini menunjukkan bahwa berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’aban diperbolehkan bagi orang yang mempunyai kebiasaan berpuasa, seperti seseorang terbiasa berpuasa Senin dan Kamis atau berpuasa sehari dan berbuka sehari atau semisal itu. 

Kita bisa perhatikan, dalam hadist kedua dari Abu Hurairah R.A Nabi Muhammad SAW memberikan pengecualian "kecuali seseorang yang punya kebiasaan puasa sunnah, maka bolehlah ia berpuasa." 

Dengan demikian, Puasa qadha diperbolehkan sekalipun telah masuk pertengahan sya'ban. 

Batas Akhirnya adalah sampai Ramadhan.

Dan itulah yang dilakukan oleh Ummul Mukminin, Aisyah R.A :

Dari Abu Salamah, ia mendengar ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban.”  (HR. Bukhari, no. 1950; Muslim, no. 1146).

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ الشُّغُلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Faedah Penting

1. Boleh menunda qadha’ puasa Ramadhan hingga bulan Sya’ban. Namun baiknya tetap tidak menunda kecuali karena ada uzur.

2. Lebih baik untuk menyegerakan qadha’ puasa karena ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan alasan kenapa sampai ia menunda sampai bulan Sya’ban.

3. Haramnya mengakhirkan puasa hingga Ramadhan berikutnya karena ‘Aisyah menjadikan bulan Sya’ban sebagai bulan terakhir untuk penunaian qadha’ puasa.

4. Hendaknya memberikan alasan jika kita menyelisihi sesuatu yang seharusnya ditunaikan di awal supaya tidak ada yang menyangka yang bukan-bukan. (Tanbih Al-Afham, hlm. 437)

5. Jika seseorang menunda pelunasan puasa hingga masuk Ramadhan berikutnya, tetap qadha’ puasanya tersebut ditunaikan setelah Ramadhan kedua lalu setiap hari qadha’ puasa ditambahkan dengan penunaian fidyah karena sebab menunda-nunda tanpa ada uzur. (Lihat Syarh ‘Umdah Al-Ahkam karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 351). 


Wallallahua’lam.

Monday, March 22, 2021

1. SEJARAH SINGKAT 

Berdirinya Pesantren At-Taqwa di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa, merupakan masukan dari kalangan tokoh masyarakat sekitar dan orang tua siswa yang menyekolahkan anak mereka di Sekolah Menengah Pertama Islam At-taqwa yang sudah berdiri sebelumnya.  

Selain merupakan bagian dari rencana pendirian Yayasan, keberadaan Pesantren At-Taqwa dipandang sudah sangat mendesak untuk diselenggarakan, dikarenakan ada harapan yang kuat dari para orangtua/wali siswa agar anak mereka tidak hanya mengenyam pendidikan formal saja, tetapi juga bisa sekaligus menimba ilmu keagamaan di pondok pesantren. Terlebih memiliki letak strategis yang lebih dekat ke masyarakat di lokasi pelosok, juga berjarak jauh dari pesantren lain yang terdekat.


a. Visi, Misi dan Tujuan Pesantren At-Taqwa 


Visi : Menjadi Lembaga Pendidikan Yang Mampu Mencetak Insan Kamil

Misi : 1. Menyediakan Fasilitas Pendukung Yang Memadai

                2. Menyiapkan Tenaga Pengelola Dan Staff Institusi Pendidikan Yang Profesional

                3. Menyelenggarakan Pendidikan Dengan Pola : Ta’lim – Tarbiyah – Ta’dib

Tujuan : Terciptanya Generasi Yang Sholih, Mandiri, Terampil, Cerdas, Dan Berguna Bagi Masyarakat


b. Kondisi Santri

1. Jumlah santri putra : 55 orang

2. Jumlah santri putri : 75 orang

Total : 130 orang


c. Kegiatan Santri

Kegiatan santri dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :

1. Kegiatan harian, meliputi semua kegiatan santri (Pembelajaran & aktivitas harian) yang rutin dilakukan setiap hari.

2. Kegiatan Mingguan, yang meliputi :

- Muhadloroh,

- Yasinan

- Pengajian rutinan bersama masyarakat

- Kegiatan ekstrakurikuler, yaitu :

a) Marawis

b) Qasidah

c) Bela diri

d) Sepak bola

e) Badminton

f) Tenis meja

g) Basket

h)    Bola Voli

i)    Qira'at

j)    Komputer


3. Kegiatan Bulanan Yang meliputi : 

- Kerja bakti dengan masyarakat.

- Bakti Sosial


4. Kegiatan Tahunan, Yang meliputi : 

- Penerimaan Santri Baru

- Milad YPI At-Taqwa cilaku

- Maulid Nabi Muhammad SAW.

- Peringatan Isro Mi’raj

- Festival Muharam

- Penyelenggaraan Qurban

- Wisata Rohani

- Upacara & Kegiatan memeriahkan hari kemerdekaan 17 Agustus.

d. Fasilitas/Bangunan

- TK/Ra Attaqwa

- SMP Islam At-Taqwa

- SMA Plus At-Taqwa

- Sekretariat

- Gajebo

- Ruang Makan

- Lapang Voli

- Lapang Sepak Bola

- Lapang Tenis